KUALITAS PELAYANAN
Oleh : Akh. Muwafik Saleh, S.Sos, M.Si
KONSEP KUALITAS
Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna karena orang yang berbeda akan mengartikannya secara berlainan, seperti kesesuian dengan persyaratan atau tuntutan, kecocokan untuk pemakaian perbaikan berkelanjutan, bebas dari kerusakan atau cacat, pemenuhan kebutuhan pelanggan, melakukan segala sesuatu yang membahagiakan. Dalam persepektif TQM (Total Quality Management) kualitas dipandang secara lebih luas, yaitu tidak hanya aspek hasil yang ditekankan, tetapi juga meliputi proses, lingkungan dan manusia. Hal ini jelas tampak dalam definisi yang dirumuskan oleh Goeth dan Davis yang dikutip Tjiptono (2000:51) bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sebaliknya, menurut Lukman (1999:9) definisi kualitas bervariasi dari yang kontroversional hingga kepada yang lebih strategik. Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung suatu produk, seperti :
1. Performansi (performance) ;
2. Keandalan (reliability) ;
3. Mudah dalam penggunaan (easy in use);
4. Estetika (esthetics), dan sebagainya.
Menurut Gaspersz yang dikutip Lukman (1999:146) pada dasarnya sistem kualitas modern dapat dicirikan oleh lima karakteristik, yaitu sebagai berikut.
1. Sistem kualitas modern berorientasi pada pelanggan yang berarti produk-produk didesain sesuai dengan keinginan pelanggan melalui suatu riset pasar kemudian diproduksi dengan baik dan benar sehingga memenuhi spesifikasi desain yang pada akhirnya memberikan pelayanan purnajual kepada pelanggan.
2. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya partisipasi aktif yang dipimpin oleh manajemen puncak dalam proses peningkatan kualitas secara terus-menerus.
3. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya pemahaman dari setiap orang terhadap tanggung jawab spesifik untuk kualitas.
4. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya aktivitas yang berorientasi pada tindakan pencegahan kerusakan, tidak berfokus pada upaya untuk mendeteksi kerusakan saja.
5. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya suatu filosofi yang menganggap bahwa kualitas merupakan jalan hidup.
PENGERTIAN KUALITAS
Definisi kualitas menurut Goetsch Davis, ( Zulian Yamit, 2005 : 8 ) yakni merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang digunakan Goetsch Davis ini menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan proses yang berkualitas. Hal inilah yang coba dibangun oleh pihak melalui 5 elemen program Way yang sudah mencakup kualitas manusia dan lingkungan yakni operator serta elemen SPBU .
David Garvin ( Zulian Yamit, 2005 : 9 ) mengidentifikasikan lima pendekatan perspektif kualitas yang digunakan oleh para praktisi bisnis, yaitu :
1. Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur. Perspektif ini umumnya diterapkan dalam karya seni seperti musik, seni tari, seni drama dan seni rupa. Untuk produk dan jasa pelayanan, perusahaan dapat mempromosikan dengan menggunakan pernyataan-pernyataan seperti kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), kecantikan wajah (kosmetik), dan tempat berbelanja yang nyaman (mall). Definisi seperti ini sangat sulit untuk dijadikan sebagai dasar perencanaan dalam manajemen kualitas.
2. Product-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya perbedaan atribut yang dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini dapat menjelaskan perbedaan dalam selera dan preferensi individual.
3. User-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera (fitnes for used) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang dapat dirasakannya.
4. Manufacturing-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang sesuai dengan persyaratannya (conformance quality) dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan.
5. Value-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai affordable excellence. Oleh karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk yang paling tepat dibeli.
PENGERTIAN KUALITAS PELAYANAN
Pengertian kualitas jasa atau pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketetapan penyampainnya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Kualitas pelayanan menurut Stanton (1996:220) adalah tingkat baik buruknya kegiatan yang dapat diidentifikasikan secara tersendiri, yang pada hakekatnya bersifat (intangible), yang merupakan pemenuhan kebutuhan dan tidak harus terikat pada penjualan produk atau jasa lainnya. Untuk menghasilkan jasa mungkin perlu atau tidak dipergunakan penggunaan benda nyata (tangible). Akan tetapi sekalipun penggunaan benda itu perlu, namun tidak terdapat adanya pemindahan hak milik atas benda tersebut.
Tjiptono (1997: 97) mengidentifikasikan kualitas jasa sebagai penilaian atas sejauh mana suatu jasa sesuai dengan apa yang seharusnya diberikan atau disampaikan. Menurut Wyckof dalam Tjiptono (2005: 260), kualitas jasa merupakan tingkat keunggulan (excellence) yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain terdapat 2 faktor utama yang mempengaruhi yakni, expected service (jasa yang diharapkan) dan perceived service (jasa yang dirasakan) (Parasuraman dalam Tjiptono, 2005 : 260). Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan (expected service). Implikasi baik buruknya kualitas jasa tergantung kepada kemampuan penyedia jasa memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.
Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan (Atep Adya Barata,2004:2). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1999:571).
Adapun dua faktor utama yang mempengaruhi layanan menurut Parasurraman (1985:43) yaitu expected service dan perceived service. Apabila layanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan harapan pelanggan, maka kualitas yang diterima atau dirasakan sesuai dengan harapan pelanggan, maka kualitas layanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal, tetapi sebaliknya jika layanan yang diterima atau dirasakan lebih rendah dari yang diharapkan maka kualitas layanan dipersepsikan rendah. untuk itu maka, Zeithaml (1990: 177) mendefinisikan bahwa pelayanan adalah penyampaian secara excellent atau superior dibandingkan dengan harapan konsumen.
Sukses sebuah pelayanan bergantung pada kemampuan perusahaan mengelola ketiga aspek berikut :
Janji perusahaan mengenai pelayanan yang akan disampaikan kepada konsumen.
Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi janji tersebut.
Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut kepada konsumen.
Ketiga aspek ini harus dipenuhi dan tidak bisa dilepas satu sama lain. Model kesatuan dari ketiga aspek ini disebut juga dengan segitiga layanan. Segi tiga layanan adalah suatu model interaktif manajemen yang mencerminkan hubungan antara perusahaan dengan pelanggannya. Model tersebut terdiri dari tiga elemen, yakni strategi layanan (service strategi), sumber daya manusia yang memberikan layanan (services people), dan system layanan (service system) dengan pelanggan sebagai titik pusat (Rangkuti,2003:26).
Gambar 2.2 Model Segitiga layanan
Strategi Layanan
Pelanggan
Sistem Layanan Sumber Daya Manusia
Sumber: Rangkuti, Measuring Customer Satisfaction (2003:27)
Agar konsumen mempunyai persepsi yang baik terhadap kualitas pelayanan yang diberikan, maka penyedia layanan harus mengetahui apa yang diharapkan oleh konsumen, sehingga tidak terjadi perbedaan antara kinerja yang diberikan dengan harapan konsumen, yang akhirnya konsumen merasa puas dan mempersepsikan secara baik atas kualitas pelayanan yang diterimanya. Jenis kualitas yang digunakan untuk menilai kualitas pelayanan adalah sebagai berikut :
Kualitas teknik (outcome), kualitas hasil atau produk layanan.
Kualitas pelayanan (proses), kualitas pelayanan yang diberikan.
Karena pelayanan tidak kasat mata, serta kualitas teknik tidak dapat dievaluasi secara akurat, konsumen berusaha menilai kualitas pelayanan berdasarkan apa yang dirasakan, yaitu melalui atribut-atribut yang mewakili kualitas proses atau pelayanan melalui dimensi kualitas pelayanan (Rangkuti, 2003:28).
DIMENSI KUALITAS PELAYANAN
Ada beberapa pendapat mengenai dimensi kualitas pelayanan, antara lain pendapat dari Garvin dalam Boyd Walker and Larreche (2000: 272) yang mengembangkan delapan dimensi kualitas pelayanan yakni:
1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti, misalnya kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah penumpang yang dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan dalam mengemudi, dan sebagainya.
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti dash board, AC, sound system, door lock system, power steering, dan sebagainya.
3. Kehandalan (reliability), yaitu kemungkinan yang kecil untuk mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya mobil tidak sering ngadat/macet/rewel/rusak.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan dan emisi terpenuhi, seperti ukuran as roda untuk truk tentunya harus lebih besar daripada mobil sedan.
5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis penggunaan mobil. Umumnya daya tahan mobil buatn Amerika atau Eropa lebih baik daripada buatan Jepang.
6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga purna jual, yang juga mencakup pelayanan reparasi dan ketersediaan komponen yang dibutuhkan.
7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk fisik mobil yang menarik, model/desain yang artistik, warna, dan sebagainya.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasnya kren kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut/ciri-ciri produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek harga, nama merek, iklan, reputasi perusahaan, maupun negara pembuatnya. Umumnya orang akan menganggap merek Mercedes dan BMW sebagai jaminan mutu.
Meskipun beberapa dimensi di atas dapat diterapkan pada bisnis jasa, tetapi sebagian besar dimensi tersebut dikembangkan berdasarkan pengalaman dan penelitian terhadap perusahaan manufaktur. Untuk itu ada beberapa pakar pemasaran, seperti Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1985: 41-50) yang melakukan penelitian khusus terhadap beberapa jenis jasa dan berhasil mengidentifikasi sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas jasa. Kesepuluh faktor tersebut meliputi :
1. Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependbility). Hal ini berarti perusahaan memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama (right the first time). Selain itu juga berarti bahwa perusahaan yng bersangkutan memenuhi janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakati.
2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.
3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu.
4. Accesibility, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jas yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komuniokasi perusahaan mudah dihubungi,dan lain-lain.
5. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan yang dimiliki para contact personel (seperti resepsionis, operator telepon, dan lain-lain).
6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahas yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik pribadi contact personel, dan interaksi dengan pelanggan.
8. Security, yaitu aman dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan. Aspek ini meliputi keamanan secra fisik (physical safety), keamanan finansial (financial security), dan kerahasian (confidentiality).
9. Understanding/Knowing the Customer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan.
10. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, atau penampilan dari personil.
Perkembangan selanjutnya, Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Kotler (2002:499-450) menemukan bahwa ada lima penentu mutu jasa yang disebut dengan SERVQUAL yang disajikan secara berurut berdasarkan tingkat kepentingannya, yaitu:
1. Keandalan, yakni kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan secara terpercaya dan akurat.
2. Daya tanggap, yaitu kesediaan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat.
3. Kepastian, yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.
4. Empati, yaitu kesediaan untuk peduli, memberikan perhatian pribadi kepada pelanggan.
5. Berwujud, yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, petugas, dan materi komunikasi.
Maka dari itu bisa dinyatakan bahwa lima dimensi kualitas pelayanan yang harus diperhatikan, yaitu Keandalan merupakan kemampuan dalam melaksanakan jasa secara akurat. Daya tanggap merupakan kemampuan dalam memberikan jasa dengan cepat. Kepastian merupakan jaminan kemampuan dalam memberikan jasa sehingga menimbulkan kepercayaan pelanggan. Empati merupakan pemberian perhatian secara pribadi kepada pelanggan. Berwujud yang merupakan penampilan fisik atau bukti langsung yang merupakan kemampuan terkait dengan fasilitas yang tersedia untuk pelanggan.
PRINSIP-PRINSIP KUALITAS PELAYANAN
Dalam rangka menciptakan gaya manajemen dan lingkungan yang kondusif bagi organisasi untuk menyempurnakan kualitas, organisasi bersangkutan harus mampu mengimplementasikan enam prinsip utama yang berlaku bagi perusahaan. Keenam prinsip ini sangat bermanfaat dalam membentuk mempertahankan lingkungan yang tepat untuk melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan dengan didukung oleh para pemasok, karyawan, dan pelanggan. Keenam prinsip tersebut terdiri atas (Wolkins, dikutip dalam Scheuing & Christopher, 1993:11) :
1. Kepemimpinan
Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin dan mengarahkan organisasinya dalam upaya peningkatan kinerja kualitas. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen puncak, usaha peningkatan kualitas hanya akan berdampak kecil.
2. Pendidikan
Semua karyawan perusahaan, mulai dari manajer puncak sampai karyawan operasional, wajib mendapatkan pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut antara lain konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat, teknik implementasi strategi kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi strategi kualitas.
3. Perencanaan strategic
Proses perencanaan strategi harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas yang digunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai visi dan misinya.
4. Review
Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk mengubah perilaku organisasi. Proses ini menggambarkan mekanisme yang menjamin adanya perhatian terus-menerus terhadap upaya mewujudkan sasaran- sasaran kualitas.
5. Komunikasi
Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses komunikasi organisasi, baik dengan karyawan, pelanggan, maupun stakeholder lainnya.
6. Total Human Reward
Reward dan recognition merupakan aspek krusial dalam implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan berprestasi perlu diberi imbalan dan prestasinya harus diakui. Dengan cara seperti ini, motivasi, semangat kerja, rasa bangga dan rasa memiliki (sense of belonging) setiap anggota organisasi dapat meningkat, yang pada akhirnya berkontribusi pada peningkatan produktifitas dan profitabilitas bagi perusahaan, serta kepuasan dan loyalitas pelanggan.
UNSUR – UNSUR KUALITAS LAYANAN
Unsur-unsur kualitas pelayanan antara lain :
1. Penampilan. Personal dan fisik sebagaimana layanan kantor depan (resepsionis) memerlukan persyaratan seperti : wajah harus menawan, badan harus tegap / tidak cacat, tutur bahasa menarik, familiar dalam perilaku, penampilan penuh percaya diri, busana harus menarik
2. Tepat waktu & janji. Secara utuh dan prima petugas pelayanan dalam menyampaikan perlu diperhitungkan janji yang disampaikan kepada pelanggan bukan sebaliknya selalu ingkar janji. Demikian juga waktu jika mengutarakan 2 hari selesai harus betul-betul dapat memenuhinya.
3. Kesediaan melayani. Sebagaimana fungsi dan wewenang harus melayani kepada para pelanggan, konsekuensi logis petugas harus benar-benar bersedia melayani kepada para pelanggan.
4. Pengetahuan dan keahlian. Sebagai syarat untuk melayani dengan baik, petugas harus mempunyai pengetahuan dan keahlian. Disini petugas pelayanan harus memiliki tingkat pendidikan tertentu dan pelatihan tertentu yang disyaratkan dalam jabatan serta memiliki pengalaman yang luas dibidangnya.
5. Kesopanan & ramah tamah. Masyarakat pengguna jasa pelayanan itu sendiri dan lapisan masyarakat baik tingkat status ekonomi dan sosial rendah maupun tinggi terdapat perbedaan karakternya maka petugas pelayanan masyarakat dituntut adanya keramahtamahan yang standar dalam melayani, sabar, tidak egois dan santun dalam bertutur kepada pelanggan.
6. Kejujuran dan kepercayaan. Pelayanan ini oleh pengguna jasa dapat dipergunakan berbagai aspek, maka dalam penyelenggaraannya harus transparan dari aspek kejujuran, jujur dalam bentuk aturan, jujur dalam pembiayaan dan jujur dalam penyelesaian waktunya. Dari aspek kejujuran ini petugas pelayanan tersebut dapat dikategorikan sebaga pelayanan yang dipercaya dari segi sikapnya, dapat dipercaya dari tutur katanya, dapat dipercaya dalam menyelesaikan akhir pelayanan sehingga otomatis pelanggan merasa puas. Unsur pelayanan prima dapat ditambah unsur yang lain.
7. Kepastian hukum. Secara sadar bahwa hasil pelayanan terhadap masyarakat yang berupa surat keputusan, harus mempunyai legitimasi atau mempunyai kepastian hukum. Bila setiap hasil yang tidak mempunyai kepastian hukum jelas akan mempengaruhi sikap masyarakat, misalnya pengurusan ktp, kk dllbila ditemukan cacat hukum akan mempengaruhi kredibilitas instansi yang mengeluarkan surat legitimasi tersebut.
8. Keterbukaan. Secara pasti bahwa setiap urusan / kegiatan yang memperlakukan ijin, maka ketentuan keterbukaan perlu ditegakan. Keterbukaan itu akan mempengaruhi unsur-unsur kesederhanaan, kejelasan informasi kepada masyarakat.
9. Efisien. Dari setiap pelayanan dalam berbagai urusan, tuntutan masyarakat adalah efisiensi dan efektifitas dari berbagai aspek sumber daya sehingga menghasilkan biaya yang murah, waktu yang singkat dan tepat serta hasil kualitas yang tinggi. Dengan demikian efisiensi dan efektifitas merupakan tuntutan yang harus diwujudkan dan perlu diperhatikan secara serius.
10. Biaya. Pemantapan pengurusan dalam pelayanan diperlukan kewajaran dalam penentuan pembiayaan, pembiayaan harus disesuaikan dengan daya beli masyarakat dan pengeluaran biaya harus transparan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
11. Tidak rasial. Pengurusan pelayanan dilarang membeda-bedakan kesukuan, agama, aliran dan politik dengan demikian segala urusan harus memenuhi jangkauan yang luas dan merata.
12. Kesederhanaan. Prosedur dan tata cara pelayanan kepada masyarakat untuk diperhatikan kemudahan, tidak berbelit-belit dalam pelaksanaan.
MODEL KUALITAS PELAYANAN
Berdasarkan hasil sintesis terhadap berbagai riset yang telah dilakukan, gronroos yang dikutip dalam tjiptono (2005:261) mengemukakan enam kriteria kualitas pelayanan yang dipersepsikan baik, yakni sebagai berikut:
1. Profesionalism and skills. Pelanggan mendapati bahwa penyedia jasa, karyawan, sistem operasional, dan sumber daya fisik memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah mereka secara profesional (outcome-related criteria).
2. Attitudes and behavior. Pelanggan merasa bahwa karyawan jasa (customer contact personel) menaruh perhatian besar pada mereka dan berusaha membantu memecahkan masalah mereka secara spontan dan ramah (process-related criteria).
3. Accesibility and flexibility. Pelanggan merasa bahwa penyedia jasa, lokasi, jam operasi, karyawan dan sistem operasionalnya, dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pelanggan dapat mengakses jasa tersebut dengan mudah. Selain itu, juga dirancang dengan maksud agar dapat menyesuaikan permintaan dan keinginan pelanggan secara luwes. (process-related criteria).
4. Reliability and trustworthiness. Pelanggan memahami bahwa apapun yang terjadi atau telah disepakati, mereka bisa mengandalkan penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya dalam memenuhi janji dan melakukan segala sesuatu dengan mengutamakan kepentingan pelanggan (process-related criteria).
5. Recovery. Pelanggan menyadari bahwa bila terjadi kesalahan atau sesuatu yang tidak diharapkan dan tidak diprediksi, maka penyedia jasa akan segera mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari solusi yang tepat (process-related criteria).
6. Reputation and Credibility. Pelanggan meyakini bahwa operasi dari penyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai/ imbalan yang sepadan dengan biaya yang dikeluarkan (image-related criteria).
RANGKUMAN
Kualitas layanan pada prinsipnya adalah untuk menjaga janji pelanggan agar pihak yang dilayani merasa puas dan diungkapkan. Kualitas memiliki hubungan yang sangat erat dengan kepuasan pelanggan, yaitu kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalani ikatan hubungan yang kuat dengan organisasi pemberi layanan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan organisasi pemberi layanan untuk memahami dengan saksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. Dengan demikian, organisasi pemberi layanan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan, yang pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada organisasi pemberi layanan yang memberikan kualitas memuaskan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar